Published : Diamma/06/November/2003
Jika dulu pada tahun 1966 dikenal dengan angkatan 66, dan pada zaman berakhirnya disebut dengan pahlawan reformasi, lalu akan berubah menjadi apa lagi di masa yang akan datang?
Gerakan Mahasiswa adalah suatu wadah bagi mahasiswa yang menyadari bahwa hidup itu untuk bersosialisasi. Untuk itu mereka sadar bahwa hidup harus saling bantu, tidak hanya pada sesama teman, tapi juga sesama manusia, khususnya rakyat indonesia. Mahasiswa sebagai kaum intelektual, dimana posisinya berada di antara golongan para petani/buruh dengan para petinggi negara.
Mahasiswa yang berada ditengah-tengah, diharapkan mampu membantu mengurangi beban hidup dengan menyampaikan segala aspirasi dari rakyat kecil kepada para petinggi negara atas semua kebijakan yang telah dibuat. Itu semua yang menjadi alasan paling mendasar para mahasiswa yang mengikuti dan tergabung dalam gerakan mahasiswa, selain ajakan teman.
Tidak dapat dihitung berappa jumlah organisasi gerakan mahasiswa di Indonesia,namun sebenarnya seperti apakah gerakan mahasiswa yang idealis? “Gerakan mahasiswa adalah suatu kegiatan yang membahas politik dan gerakan politik, juga membentuk orang untuk memahami politik sebagai suatu seni, dimana seni tersebut adalah dalam mencapai suatu tatanan hidup yang dinamis, sejahtera, damai dan masyarakat yang madani, bukan politik untuk mencapai suatu kekuasaan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan,” jelas Rio, Ketua Forum Indonesia Semesta (FIS) yang berbasis di Universitas Mercu Buana. Gerakan tersebut harus mempunyai tujuan yang sama, dan mempunyai insiatif ke arah indonesia yang baru dan lebih baik.
FIS, yang juga merupakan gabungan dari lima universitas, yakni Universitas Mercu Buana sebagai sentral, Universitas Al-Kamal, Universitas Satya gama, Universitas Krisna Dwipayana, Universitas Bung Karno, terbentu pada tahun 1999. terbentuk di akhir zaman orde baru, dimana masa itu banyak permasalahan negara yang ditutupi, dan mereka menginginkan adanya perubahan, yaitu keadilan yang merata serta kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demonstrasi identik dengan mereka, tapi sebenarnya tidak hanya dengan berdemo saja mereka menyampaikan aspirasi rakyat. Demo adalah pilihan terakhir bila keadaan sudah benar-benar memuakkan bagi mereka, saat segala cara telah mereka lakukan agar suara rakyat didengar oleh para petinggi negara.
Namun apakah kegiatan mereka hanya berdemo sja, selain kuliah yang merupakan tanggung jawab terhdap orang tua? Setiap minggunya, FIS mengadakan diskusi di segala bidang permasalahan, baik itu tukar pikiran dari para anggota yang berbeda fakultas, tapi juga seputar masalah yang sedang hangat diperbincangkan di dalam ataupun diluar negara. Kegiatan ini juga mendatangkan pembicara, baik dari dosen ataupun dari kalangan mahasiswa. Selain itu, juga terdapat tim advokasi yang membedah masalah humanisme hingga akhirnya diadakan suatu kegiatan sosial. Hal-hal seperti itulah yang membuat mereka berbeda dengan mahasiswa lain.
Jangan pernah salah menilai jika mereka berdemo tanpa mengetahui permasalahan yang terjadi, justru dengan diskusi para anggota diberi suatu pemahaman mengenai suatu masala, bukan doktrinisasi, tapi pemahaman yang lebih mendasar baik itu tentang kultur karakter bangsa, karakater pada ‘orang-orang terdahulu’. “Bila kita ingin membuat sebuah perubahan tanpa tahu sistem, orang dan kultur yang ada itu sama saja tidak punya arti apa-apa,” jelas Rio.
Sebelum mengadakan demo, dilakukan suatu pemilihan isu atau masalah apa yang akan diangkat. Pemilihan masalah melalui beberapa bagian, baik itu dengan pembagian masalah bangsa, kemudian diadakan suatu poling pada mahasiswa. Tahapan itulah yang membuat mereka tidak berdemo dengan oak kosong, tapi memang sudah ada pemahaman dari setiap permasalahan yang ada.
Ada yang beranggapan bahwa mereka berdemo karena mendapat bayaran. Hal tersebut bisa saja bagi mereka yang mempunyai kepentingan lain, dan itu mungkin bagian dari perkembangan gerakan mahasiswa yang sudah tidak ingat akan tujuan mereka sebenarnya. Dalam melakukan demo atau unjuk rasa, setiap kampus tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan berkoodinasi dengan kampus lain. Lihat saja pada kasus Mei 1997, ratusan hingga ribuan mahasiswa dari segala kampus turun bersama ke jalan yang menginginkan perubahan pada pemerintahan Indonesia, yaitu turunnya Soeharto dari bangku kepresidenan. Apa yang terjadi? Serangan mahasiswa yang dilakukan secara serentak membuahkan hasil yang cukup melegakan, khususnya bagi rakyat Indonesia.
“sistem seperti itu dinamakan taktik perang SunTsu, taktik perang zaman dulu di Cina, dimana daerah-daerah menyerang daerah pusat secara serentak dan dari segala penjuru daerah,” ujar Bang Enja, yang tergabung di Jammoer. Tujuan yang mereka inginkan sebenarnya adalah perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, tapi bukan jaminan perubahan secara total.
Lalu bagaimanakah perkembangan mereka saat ini? Berkurangnya daya kekritisan mereka dalam menanggapi suatu masalah dapat terjadi. Namin itu semua kembali pada pribadi masing-masing. Yang terpenting adalah mengutamakan kepentingan rakyat demi kesejahteraan bersama.
-Windri-
Gerakan Mahasiswa adalah suatu wadah bagi mahasiswa yang menyadari bahwa hidup itu untuk bersosialisasi. Untuk itu mereka sadar bahwa hidup harus saling bantu, tidak hanya pada sesama teman, tapi juga sesama manusia, khususnya rakyat indonesia. Mahasiswa sebagai kaum intelektual, dimana posisinya berada di antara golongan para petani/buruh dengan para petinggi negara.
Mahasiswa yang berada ditengah-tengah, diharapkan mampu membantu mengurangi beban hidup dengan menyampaikan segala aspirasi dari rakyat kecil kepada para petinggi negara atas semua kebijakan yang telah dibuat. Itu semua yang menjadi alasan paling mendasar para mahasiswa yang mengikuti dan tergabung dalam gerakan mahasiswa, selain ajakan teman.
Tidak dapat dihitung berappa jumlah organisasi gerakan mahasiswa di Indonesia,namun sebenarnya seperti apakah gerakan mahasiswa yang idealis? “Gerakan mahasiswa adalah suatu kegiatan yang membahas politik dan gerakan politik, juga membentuk orang untuk memahami politik sebagai suatu seni, dimana seni tersebut adalah dalam mencapai suatu tatanan hidup yang dinamis, sejahtera, damai dan masyarakat yang madani, bukan politik untuk mencapai suatu kekuasaan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan,” jelas Rio, Ketua Forum Indonesia Semesta (FIS) yang berbasis di Universitas Mercu Buana. Gerakan tersebut harus mempunyai tujuan yang sama, dan mempunyai insiatif ke arah indonesia yang baru dan lebih baik.
FIS, yang juga merupakan gabungan dari lima universitas, yakni Universitas Mercu Buana sebagai sentral, Universitas Al-Kamal, Universitas Satya gama, Universitas Krisna Dwipayana, Universitas Bung Karno, terbentu pada tahun 1999. terbentuk di akhir zaman orde baru, dimana masa itu banyak permasalahan negara yang ditutupi, dan mereka menginginkan adanya perubahan, yaitu keadilan yang merata serta kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demonstrasi identik dengan mereka, tapi sebenarnya tidak hanya dengan berdemo saja mereka menyampaikan aspirasi rakyat. Demo adalah pilihan terakhir bila keadaan sudah benar-benar memuakkan bagi mereka, saat segala cara telah mereka lakukan agar suara rakyat didengar oleh para petinggi negara.
Namun apakah kegiatan mereka hanya berdemo sja, selain kuliah yang merupakan tanggung jawab terhdap orang tua? Setiap minggunya, FIS mengadakan diskusi di segala bidang permasalahan, baik itu tukar pikiran dari para anggota yang berbeda fakultas, tapi juga seputar masalah yang sedang hangat diperbincangkan di dalam ataupun diluar negara. Kegiatan ini juga mendatangkan pembicara, baik dari dosen ataupun dari kalangan mahasiswa. Selain itu, juga terdapat tim advokasi yang membedah masalah humanisme hingga akhirnya diadakan suatu kegiatan sosial. Hal-hal seperti itulah yang membuat mereka berbeda dengan mahasiswa lain.
Jangan pernah salah menilai jika mereka berdemo tanpa mengetahui permasalahan yang terjadi, justru dengan diskusi para anggota diberi suatu pemahaman mengenai suatu masala, bukan doktrinisasi, tapi pemahaman yang lebih mendasar baik itu tentang kultur karakter bangsa, karakater pada ‘orang-orang terdahulu’. “Bila kita ingin membuat sebuah perubahan tanpa tahu sistem, orang dan kultur yang ada itu sama saja tidak punya arti apa-apa,” jelas Rio.
Sebelum mengadakan demo, dilakukan suatu pemilihan isu atau masalah apa yang akan diangkat. Pemilihan masalah melalui beberapa bagian, baik itu dengan pembagian masalah bangsa, kemudian diadakan suatu poling pada mahasiswa. Tahapan itulah yang membuat mereka tidak berdemo dengan oak kosong, tapi memang sudah ada pemahaman dari setiap permasalahan yang ada.
Ada yang beranggapan bahwa mereka berdemo karena mendapat bayaran. Hal tersebut bisa saja bagi mereka yang mempunyai kepentingan lain, dan itu mungkin bagian dari perkembangan gerakan mahasiswa yang sudah tidak ingat akan tujuan mereka sebenarnya. Dalam melakukan demo atau unjuk rasa, setiap kampus tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan berkoodinasi dengan kampus lain. Lihat saja pada kasus Mei 1997, ratusan hingga ribuan mahasiswa dari segala kampus turun bersama ke jalan yang menginginkan perubahan pada pemerintahan Indonesia, yaitu turunnya Soeharto dari bangku kepresidenan. Apa yang terjadi? Serangan mahasiswa yang dilakukan secara serentak membuahkan hasil yang cukup melegakan, khususnya bagi rakyat Indonesia.
“sistem seperti itu dinamakan taktik perang SunTsu, taktik perang zaman dulu di Cina, dimana daerah-daerah menyerang daerah pusat secara serentak dan dari segala penjuru daerah,” ujar Bang Enja, yang tergabung di Jammoer. Tujuan yang mereka inginkan sebenarnya adalah perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, tapi bukan jaminan perubahan secara total.
Lalu bagaimanakah perkembangan mereka saat ini? Berkurangnya daya kekritisan mereka dalam menanggapi suatu masalah dapat terjadi. Namin itu semua kembali pada pribadi masing-masing. Yang terpenting adalah mengutamakan kepentingan rakyat demi kesejahteraan bersama.
-Windri-
No comments:
Post a Comment