02.02.2007
(05.12 WIB) “Krik...krik..,” suara jangkirik dari telepon genggamku berbunyi...yang kemudian membangunkanku dari tidur..,”Win disana banjir ngga? Disini sedada, rumah mama selutut...” begitu bunyi pesan yang kuterima dari saudaraku yang tinggal di daerah Jatibening. Dengan keadaan yang masih setengah sadar...kulanjutkan membaca pesan yang kuterima dari temanku disaat ku masih tertidur pulas.
Tuk sesaat kuucapkan puji dan syukur kepada-Nya...saat itu masih terdengar jelas kicau burung yang mengiringi udara sejuk di pagi hari...tanpa kutahu keadaan langit saat itu...tanpa berpikir panjang apa yang hendak kulakukan, aku-pun beranjak dari tempat tidurku untuk menikmati keindahan pagi yang hanya sesaat.. Dan tak lama berselang..hujapun kembali turun membasahi tanah...dari sekedar rintik kecil..hingga akhirnya tiada jeda untuk berhenti....
Airpun mulai masuk kedalam rumah...sudah semata kaki... satu anak tangga.... kursi, sofa, dan laci-laci kecil berpindah ke dalam kamarku yang berada di lantai dua...
Dua, tiga anak tangga...kini hampir sebagian barang-barang bermigrasi kedalam ruang kamarku dan kakakku.... Langit masih belum menunjukkan tanda-tanda perdamaian... secara perlahan air bertambah tinggi masuk ke dalam rumah... empat, lima, dan enam anak tangga... yaa..air sudah begitu tingginya baik di dalam maupun di luar rumah, segala kecemasan, ketakutan, kegelisahan dan resah terus menghantui kami...mengiringi tatapan ke arah air yang tak kunjung surut dan langit yang masih mengibarkan permusuhan.
03.02.2007
(11.15 WIB) Dengan membawa pakaian secukupnya..menghadapi dinginnya air yang masih mengusai hampir seluruh komplek (Jakarta, mungkin?), kamipun akhirnya memilih meninggalkan rumah dan mengungsi ke rumah salah satu sanak keluarga yang berada di daerah Kemayoran. Sehari...dua hari..tiga hari..empat hari... ya selama itu kami meninggalkan rumah. Berita banjir, ramalan cuaca terus kami amati sambil menunggu kabar dari kakakku yang dengan setia menunggui rumah.
07.02.2007
Airpun telah surut... kini kembaliku ke rumah yang telah porak poranda karena air. Bau yang menyengat...air yang berwarna hitam menyambut hangat kedatanganku saat itu, sungguh suatu hal yang sungguh menakjubkan. Dan tiba saatnya untuk kami sekeluarga membersihkan rumah dari sisa-sisa air dan lumpur yang ada, sejam..dua jam.. tiga jam...akhirnya air itu telah sirna...lantai rumah itu kembali terlihat...bersama bercak-bercak hitam yang masih melekat. Kini yang terlihat hanya beberapa perabotan rumah dengan keadaan yang begitu menyedihkan dan bau lumut serta jamur yang masih memenuhi hampir di setiap ruang rumahku. Sungguh hari yang sangat melelahkan, kuharap masih ada tenaga untukku membersihkan di esok hari, hari esok untuk kembali melanjutkan peperangan dalam rumahku.
(05.12 WIB) “Krik...krik..,” suara jangkirik dari telepon genggamku berbunyi...yang kemudian membangunkanku dari tidur..,”Win disana banjir ngga? Disini sedada, rumah mama selutut...” begitu bunyi pesan yang kuterima dari saudaraku yang tinggal di daerah Jatibening. Dengan keadaan yang masih setengah sadar...kulanjutkan membaca pesan yang kuterima dari temanku disaat ku masih tertidur pulas.
Tuk sesaat kuucapkan puji dan syukur kepada-Nya...saat itu masih terdengar jelas kicau burung yang mengiringi udara sejuk di pagi hari...tanpa kutahu keadaan langit saat itu...tanpa berpikir panjang apa yang hendak kulakukan, aku-pun beranjak dari tempat tidurku untuk menikmati keindahan pagi yang hanya sesaat.. Dan tak lama berselang..hujapun kembali turun membasahi tanah...dari sekedar rintik kecil..hingga akhirnya tiada jeda untuk berhenti....
Airpun mulai masuk kedalam rumah...sudah semata kaki... satu anak tangga.... kursi, sofa, dan laci-laci kecil berpindah ke dalam kamarku yang berada di lantai dua...
Dua, tiga anak tangga...kini hampir sebagian barang-barang bermigrasi kedalam ruang kamarku dan kakakku.... Langit masih belum menunjukkan tanda-tanda perdamaian... secara perlahan air bertambah tinggi masuk ke dalam rumah... empat, lima, dan enam anak tangga... yaa..air sudah begitu tingginya baik di dalam maupun di luar rumah, segala kecemasan, ketakutan, kegelisahan dan resah terus menghantui kami...mengiringi tatapan ke arah air yang tak kunjung surut dan langit yang masih mengibarkan permusuhan.
03.02.2007
(11.15 WIB) Dengan membawa pakaian secukupnya..menghadapi dinginnya air yang masih mengusai hampir seluruh komplek (Jakarta, mungkin?), kamipun akhirnya memilih meninggalkan rumah dan mengungsi ke rumah salah satu sanak keluarga yang berada di daerah Kemayoran. Sehari...dua hari..tiga hari..empat hari... ya selama itu kami meninggalkan rumah. Berita banjir, ramalan cuaca terus kami amati sambil menunggu kabar dari kakakku yang dengan setia menunggui rumah.
07.02.2007
Airpun telah surut... kini kembaliku ke rumah yang telah porak poranda karena air. Bau yang menyengat...air yang berwarna hitam menyambut hangat kedatanganku saat itu, sungguh suatu hal yang sungguh menakjubkan. Dan tiba saatnya untuk kami sekeluarga membersihkan rumah dari sisa-sisa air dan lumpur yang ada, sejam..dua jam.. tiga jam...akhirnya air itu telah sirna...lantai rumah itu kembali terlihat...bersama bercak-bercak hitam yang masih melekat. Kini yang terlihat hanya beberapa perabotan rumah dengan keadaan yang begitu menyedihkan dan bau lumut serta jamur yang masih memenuhi hampir di setiap ruang rumahku. Sungguh hari yang sangat melelahkan, kuharap masih ada tenaga untukku membersihkan di esok hari, hari esok untuk kembali melanjutkan peperangan dalam rumahku.
No comments:
Post a Comment